Selasa, 31 Agustus 2010
SILEK HARIMAU MINANGKABAU
Silek/Silat Harimau Minangkabau is a traditional Pencak Silat style (Indonesian Martial arts) that originated from the Padang or Minangkabau region of Indonesia. The word Harimau means Tiger in the Indonesian language. Therefore, Silat Harimau Minang techniques depict the movements and philosophy of the tiger. Silat Harimau Minangkabau contains a vast array of kicks, strikes, locks, counters, ground fighting, and weapons.
One of the characteristics of Silat Harimau exponents is the use of the open hand techniques that mimics the claw of the tiger. This enables the Silat Harimau exponents to seize and lock their opponents. In many cases, the locking and seizing techniques of Silat Harimau is followed by taking the opponent to the ground.
Perguruan Silat Harimau upholds the traditional method. However, it continues to evolve and grow to meet the changing times. It offers an effective self defense method, fitness, personal growth, and a way to preserve the traditional Indonesian culture.
The Perguruan Silat Harimau Minangkabau is headed by Edwel Yusri Datuk Rajo Gampo Alam. The art taught is based on Datuk Edwels extensive study of Silat Minang from verious teachers in Minangkabau, Indonesia.
GURU BESAR
EDWEL YUSRI DATUK RAJO GAMPO ALAM
Edwel Yusri Datuk Rajo Gampo Alam was born in Bukittingi, Indonesian on 6-July-1963. He started training Silat at the age of 10 from His grandfather, Dina Sutan Mangkuto.
Dina Sutan Mangkuto wanted Datuk Edwel to learn The art of Silat Harimau
Dina Sutan Mangkuto wanted Datuk Edwel to learn The art of Silat Harimau
He did not directly teach Datuk Edwel the art of Silat Harimau. He taught Datuk Edwel the fundamentals of striking, stepping (langkah), kicking, and falling.
After seeing that Datuk Edwel has mastered the fundamentas, he told Datuk Edwel to further his studies with other Silat teachers.
Over the years Datuk Edwel studied from various teachers in West Sumatra. He learned Sidi Bakar of Perguruan Baringin Merapi, Enek Zainal, Pak Gaek Lintau, Datuk Kurai, and a few other Silat teachers.
After moving to Jakarta to pursue his undergraduate degree , Datuk Edwel became a Silat instructor for the Perguruan Satria Muda Indonesia. He trained the Indonesian Army (KOSTRAD YON 328 and Rajawali Commando Regiment) for 2 years. He also trained the student regiment of University Indonesia and private security guards for a private television company in Jakarta.
In July 2001, Edwel became a Datuk in accordance with the tradition and ritual of Balingka, in the district of Agam, West Sumatera. Thus, he is entitled to be called Datuk Rajo Gampo Alam.
Datuk Edwel has co-authored a book with the M. Hariardi Anwar (Secretary General of PERSILAT), titled Silat Harimau. Furthermore, Datuk Edwel serve as the fight choreographer for the Indonesian martial arts movie titled Merantau.
Currently Datuk Edwel taches Silat Harimau in Jakarta, Indonesia. He teaches a group of dedicated students from Indonesia and abroad. He welcomes those who are interested to learn the art of Silat Harimau Minangkabau. He asks those who seek to learn come with an open mind and good intention to learn Silat. ALIRAN SILEK
Ada banyak aliran yang berkembang di Ranah Minangkabau. Peneliti Silat, Hiltrud Cordes pernah melakukan penelitian, mengatakan ada sepuluh aliran utama Silek Minangkabau, yakni: [13]
* Silek Tuo (Silat Tua) | * Silek Harimau (Silat Harimau) | * Silek Lintau (Silat Lintau) |
* Silek Sitaralak (Silat Sitaralak) | * Silek Pauah (Silat Pauh) | * Silek Sungai Patai (Silat Sungai Patai) |
* Silek Luncua (Silat Luncur) | * Silek Gulo-Gulo Tareh (Silat Gulo-Gulo Tareh) | * Silek Baruah (Silat Baruah) |
* Silek Kumango (Silat Kumango) | * Silek Ulu Ambek (Silat Ulu Ambek) |
Silek Ulu Ambek menurut beliau tidak tergolong ke dalam aliran Silek karena lebih menekankan kekuatan batin daripada kontak fisik. Silek Sitaralak, Lintau, Kumango, Luncua terkenal sampai ke Malaysia. Silek sitaralak (disebut juga siterlak, terlak [14], sterlak, starlak) merupakan silat yang beraliran keras dan kuat. Ada beberapa nama aliran silat lain yang punya nama, yakni Silek Tiang Ampek, Silek Balubuih, Silek Pangian ( berkembang di Kabupaten Kuantan Singingi) dan Buah Tarok dari Bayang, Pesisir Selatan. Asal usul dari aliran silat ini juga rumit dan penuh kontroversi, contoh Silek Tuo dan Sitaralak. Silek Tuo ada yang menganggap itu adalah versi silek paling tua, namun pendapat lain mengatakan bahwa silat itu berasal dari Tuanku Nan Tuo dari Kabupaten Agam. Tuanku Nan Tuo adalah anggota dari Harimau Nan Salapan, sebutan lain dari Kaum Paderi yang berjuang melawan Belanda di Sumatera Barat. Hubungan sitaralak dan Silek Tuo (silat paling tua) adalah kajian yang menarik untuk dikupas lebih dalam.
Gerakan silek itu diambil dari berbagai macam hewan yang ada di Minangkabau, contohnya Silek Harimau, Kucing [22] dan Silek Buayo (Buaya), namun di dalam perkembangan silek selanjutnya, ada sasaran silek, umumnya silek yang berasal dari kalangan tarekat atau ulama agama Islam menghilangkan unsur-unsur gerakan hewan di dalam gerakan silek mereka karena dianggap bertentangan dengan unsur agama versi mereka.
Jika dilihat dari beberapa gerakan silat yang berada di Minangkabau, ada pola-pola yang dominan di dalam permainan mereka, yakni:
- bersilat dengan posisi berdiri tegak
- bersilat dengan posisi rendah
- bersilat dengan posisi merayap di tanah
- bersilat dengan posisi duduk (silek duduak)
SEJARAH SILEK
Kajian sejarah silek memang rumit karena diterima dari mulut ke mulut, pernah seorang guru diwawancarai bahwa dia sama sekali tidak tahu siapa buyut gurunya. Bukti tertulis kebanyakan tidak ada. Seorang Tuo Silek dari Pauah, Kota Padang, cuma mengatakan bahwa dahulu silat ini diwariskan dari seorang kusir bendi (andong) dari Limau Kapeh [2], Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Seorang guru silek dari Sijunjung, Sumatera Barat mengatakan bahwa ilmu silat yang dia dapatkan berasal dari Lintau [7]. Ada lagi Tuo Silek yang dikenal dengan nama Angku Budua mengatakan bahwa silat ini beliau peroleh dari Koto Anau, Kabupaten Solok [8]. Daerah Koto Anau, Bayang dan Banda Sapuluah di Kabupaten Pesisir Selatan, Pauah di Kota Padang atau Lintau pada masa lalunya adalah daerah penting di wilayah Minangkabau. Daerah Solok misalnya adalah daerah pertahanan kerajaan Minangkabau menghadapi serangan musuh dari darat, sedangkan daerah Pesisir adalah daerah pertahanan menghadapi serangan musuh dari laut. Tidak terlalu banyak guru-guru silek yang bisa menyebutkan ranji guru-guru mereka secara lengkap.
Jika dirujuk dari buku berjudul Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau karangan Mid Djamal (1986), maka dapat diketahui bahwa para pendiri dari Silek (Silat) di Minangkabau adalah
- Datuak Suri Dirajo diperkirakan berdiri pada tahun 1119 Masehi di daerah Pariangan, Padangpanjang, Sumatera Barat.
- Kambiang Utan (diperkirakan berasal dari Kamboja),
- Harimau Campo (diperkirakan berasal dari daerah Champa),
- Kuciang Siam (diperkirakan datang dari Siam atau Thailand) dan
- Anjiang Mualim (diperkirakan datang dari Persia).
Jadi boleh dikatakan bahwa silat di Minangkabau adalah kombinasi dari ilmu beladiri lokal, ditambah dengan beladiri yang datang dari luar kawasan Nusantara. Jika ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwa langkah silat di Minangkabau yang khas itu adalah buah karya mereka. Langkah silat Minangkabau sederhana saja, namun dibalik langkah sederhana itu, terkandung kecerdasan yang tinggi dari para penggagas ratusan tahun yang lampau. Mereka telah membuat langkah itu sedemikian rupa sehingga silek menjadi plastis untuk dikembangkan menjadi lebih rumit. Guru-guru silek atau pandeka yang lihai adalah orang yang benar-benar paham rahasia dari langkah silat yang sederhana itu, sehingga mereka bisa mengolahnya menjadi bentuk-bentuk gerakan silat sampai tidak hingga jumlahnya. Kiat yang demikian tergambar di dalam pepatah jiko dibalun sagadang bijo labu, jiko dikambang saleba alam (jika disimpulkan hanya sebesar biji labu, jika diuraikan akan menjadi selebar alam)
SILEK MINANGKABAU
Silek atau silat (bahasa Indonesia) adalah seni beladiri yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat, Indonesia yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat Minangkabau memiliki tabiat suka merantau semenjak beratus-ratus tahun yang lampau. Untuk merantau tentu saja mereka harus memiliki bekal yang cukup dalam menjaga diri dari hal-hal terburuk selama di perjalanan atau di rantau, misalnya diserang atau dirampok orang. Disamping sebagai bekal untuk merantau, silek penting untuk pertahanan nagari terhadap ancaman dari luar. Wilayah Minangkabau di bagian tengah Sumatera sebagaimana daerah di kawasan Nusantara lainnya adalah daerah yang subur dan produsen rempah-rempah penting sejak abad pertama masehi, oleh sebab itu, tentu saja ancaman-ancaman keamanan bisa saja datang dari pihak pendatang ke kawasan Nusantara ini. Jadi secara fungsinya silat dapat dibedakan menjadi dua yakni sebagai
- panjago diri (pembelaan diri dari serangan musuh), dan
- parik paga dalam nagari (sistim pertahanan negeri).
- Kata mancak atau dikatakan juga sebagai bungo silek (bunga silat) adalah berupa gerakan-gerakan tarian silat yang dipamerkan di dalam acara-acara adat atau acara-acara seremoni lainnya. Gerakan-gerakan untuk mancak diupayakan seindah dan sebagus mungkin karena untuk pertunjukkan.[3]
- Kata silek itu sendiri bukanlah untuk tari-tarian itu lagi, melainkan suatu seni pertempuran yang dipergunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga gerakan-gerakan diupayakan sesedikit mungkin, cepat, tepat, dan melumpuhkan lawan.[4]
Ada pendapat yang mengatakan bahwa silat itu berasal dari kata silek. Kata silek pun ada yang menganggap berasal dari siliek, atau si liat, karena demikian hebatnya berkelit dan licin seperti belut. Di tiap Nagari memiliki tempat belajar silat atau dinamakan juga sasaran silek, dipimpin oleh guru yang dinamakan Tuo Silek. Tuo silek ini memiliki tangan kanan yang bertugas membantu beliau mengajari para pemula.
Orang yang mahir bermain silat dinamakan pandeka (pendekar). Gelar Pandeka ini pada zaman dahulunya dilewakan (dikukuhkan) secara adat oleh ninik mamak dari nagari yang bersangkutan. Namun pada zaman penjajahan gelar dibekukan oleh pemerintah Belanda. Setelah lebih dari seratus tahun dibekukan, masyarakat adat Koto Tangah, Kota Padang akhirnya mengukuhkan kembali gelar Pandeka pada tahun 2000-an. Pandeka ini memiliki peranan sebagai parik paga dalam nagari (penjaga keamanan negeri), sehingga mereka dibutuhkan dalam menciptakan negeri yang aman dan tentram. Pada awal tahun ini (7 Januari 2009), Walikota Padang, H.Fauzi Bahar digelari Pandeka Rajo Nan Sati oleh Niniak Mamak (Pemuka Adat) Koto Tangah, Kota Padang [5]. Gelar ini diberikan sebagai penghormatan atas upaya beliau menggiatkan kembali aktivitas silek tradisional di kawasan Kota Padang dan memang beliau adalah pesilat juga di masa mudanya, sehingga gelar itu layak diberikan[6].
Sumber: Wikipedia
Langganan:
Postingan (Atom)